Kebudayaan Batu & Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

Kebudayaan Batu & Kepercayaan Awal Masyarakat IndonesiaDistributorpemadam.id – Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat dari batu, yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.

Kebudayaan Batu

  • Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)

Kebudayaan Batu

Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan. Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan makanan (food producing).

Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat kerajinan menenun, periuk, membuat rumah, dan mengatur masyarakat.

Alat yang dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong.

Daerah penemuan kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen.

Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, Seram, Serawak, Kalimantan Utara, dan Minahasa.

  • Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)

Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang datang di Nusantara.

Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.

    • Menhir

Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.

    • Dolmen

Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).

    • Keranda (sarkofagus)

Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.

    • Peti kubur batu

Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.

    • Punden berundak

Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat- tingkat (berundak-undak).

Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.

    • Waruga

Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.

    • Arca

Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis.

Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang sedang menunggang binatang dan sedang berburu.

Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan – kebiasaan berikut.

    • Pemujaan matahari

Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di Jepang.

    • Pemujaan dewi kesuburan

Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.

    • Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)

Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.

    • Adanya upacara ruwatan

Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan bersih desa.

Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

Sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang sudah meninggal.

Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

Orang mati dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik dan tenang dan orang yang ditinggalkannya masih dapat berhubungan dengan yang berada di dunia lain.

Masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga mengenal upacara penguburan sebab soal mati adalah soal yang besar, yaitu adanya sesuatu di luar perhitungan manusia.

Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (animisme), ada juga kepercayaan dinamisme, yaitu adanya benda yang dikeramatkan.

Pada masa bercocok tanam, masyarakat sudah mengenal kepercayaan gaib, yaitu kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya, gunung meletus atau banjir.

Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa pasti ada yang menggerakkan dan sedang murka. Mereka juga memuja arwah manusia yang sudah meninggal.

Menurut pendapat mereka, tempat roh itu sangat tinggi, misalnya, di puncak-puncak gunung.

Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum), dibuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk tertentu.

Bentuk nyata dalam kepercayaan masyarakat bercocok tanam, yaitu menyembah roh nenek moyang (animisme) dan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).

Masa bercocok tanam dan perundagian telah menghasilkan bangunan megalit seperti menhir, dolmen, keranda, dan kubur batu.

Dalam kubur batu terdapat bekal kubur, yaitu bekal-bekal si mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka.

Selanjutnya keluarga yang ditinggal selalu bersesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), di atas dolmen terdapat menhir.

Pemujaan roh nenek moyang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.

Demikian penjelasan artikel diatas tentang Kebudayaan Batu dan Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia semoga dapat bermanfaat bagi pembaca setia kami