Masa Kejayaan Kerajaan Kediri Dan Puncaknya Secara Singkat

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri Dan Puncaknya Secara Singkat Distributorpemadam.id – Sebelum kita membahasa secdara lengkap artikel tentang kejayaan Kerajaan Kediri, mari kita ulas secara singkat seperti apa Kerajaan Kediri itu? Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.


Nah itulah ulasan singkat tentang Kerajaan Kediri yang perlu kita ketahui bersama. Sekarang mari kita bahas secara lengkap seperti apa Kerajaan Kediri di Masa Kejayaannya dahulu. Berikut ini adalah artikel lengkapnya.


Kejayaan Kerajaan Kediri

Kemashuran kerajaan yang didirikan oleh Airlangga – di tanah Kahuripan atau Sidoarjo yang kemudian dipinahkan ke Daha atau Dahanapura – itu, yang sering kita sebut dengan kerajaan Kahuripan, dan pada masa kejayaannya kerajaan tersebut mampu menaklukkan dan menguasai hampir semua kerajaan-kerajaan yang ada disepanjang pulau Jawa, Bali, dan tanah Sriwijaya atau sebagian dari daerah Sumatra sewarnabumi. Pun kemudian harus disayangkan, bila akhirnya runtuh dari dalam.


(Sebuah pelajaran yang sangat berharga tentunya buat bangsa ini. Bangsa indonesia yang mashur dan kini hampir runtuh karena digerogoti koruptor dari dalam)- Betapa sangat ironis, kerajaan Kahuripan runtuh bukan karena serangan dari luar. Akan tetapi disebabkan oleh satu perpecahan yang terjadi dari dalam kerajaan itu sendiri.


Adalah sebuah kata “keadilan” menjadi satu harga mati yang mesti dijalankan oleh seorang raja, dan hal tersebut ternyata menjadi satu dilema tersendiri buat Prabu Airlangga ketika tahun 1042m Kerajaan itu harus di bagi menjadi dua bagian. Dikarenakan, kedua-putra Airlangga yang sama-sama ingin menjadi Raja, mereka sama-sama minta tahta.


Maka, sebagai Orang Tua yang bijak dan sekaligus seorang Raja yang adil – mau tak mau – dibagilah kerajaan tersebut menjadi dua bagian: Ibu kota Dahanapura atau Ibukota baru diberikan pada Sri Samarawijaya sedangkan Ibu Kota lama, Kahuripan yang ada di Sidoharjo diberikan kepada putranya yang lainnya yakni Mapanji Garasekan.


Dan, seiring lajunya waktu, pada perkembangan selanjutnya kota praja di Daha tersebut berubah nama menjadi kerajaan “Panjalu” adapun Kahuripan atau kota lama yang diberikan pada Mapanji Garasekan berubah nama menjadi Kerajaan “Jenggala”.


Prasasti Turun Hyang 1044 M

Menurut Prasasti “Turun Hyang 1044m” semenjak kerajaan tersebut dibagi menjadi dua bagian, Perang dingin dan perang terbuka diantara keduanya pun tak terelakkan, bahkan semakin lama semakin besar dan terus berkobar tak pernah putus. Sangat dimungkinkan karena dalam situasi perang itulah, yang ‘mungkin’ membuat sangat sedikit Prasasti yang tercipta pada tahun-tahun itu, dan tak ditemukan bukti-bukti yang cukup jelas lewat jejak tertulisnya.


Konon perang tersebut dipicu oleh perebutan panji-panji atau simbol Kerajaan yang masih terus digunakan oleh Mapanji Garasekan. Adalah “Garudha Muka” simbol yang pernah dipakai pasukan Airlangga ketika berjaya. Bahkan dalam prasasti Malenga ditahun 1052m yang dibuat Raja Garasekan, Jenggala juga pernah menguasai atau memenangkan pertempuran melawan rivalnya Panjalu.


Puncak Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Puncak masa kejayaan atau masa keemasan kerajaan Kediri adalah ketika dipimpin oleh putra dari Sri Bameswara, yakni Sri Jayabaya 1135-1159m. Dialah Raja yang terkenal dengan ramalannya, yakni; “Serat Jongko Joyoboyo”. Namun mesa keemasan tersebut bukan di karenakan serat Jongko Joyoboyo-red, melainkan karena waktu itu Jayabaya juga mampu mengalahkan kerajaan Jenggala dan bahkan kemudian kembali bisa mengalahkan kerajaan besar lainnya, Sriwijaya – dan ia hampir sama seperti raja pendahulunya Airlangga.


Kemenangan Panjalu atas Jenggala tersebut tertulis dalam Prasasti Ngatan 1135m yang berbunyi “Panjalu Jayati” yang artinya Panjalu menang.


Kisah Kakawin Bharata-Yudha

Bahkan kemudian untuk mengabadikan momen tersebut, Jayabaya meminta Mpu Sedha untuk menuliskan kiasan atas kisahnya dalam Kakawin Bharata-yudha – atau kisah kemenangan Pandawa atas Korawa sebagai simbol kemenangan Panjalu atas Jenggala. Yang inti ceritanya diturun dari kitab Mahabarata, dari India. Penulisan yang panjang dan memakan waktu lama tentunya, karena penulisan tersebut sempat terbangkalai agak lama dan kemudian Jayabaya kembali mengutus Mpu Panuluh untuk melanjutkan Kitab Bharatayhuda – atau babak selanjutnya – tersebut, bahkan kemudian dia memasukkan namanya sebagai salah satu Tokoh keturunan pandawa yakni “Jayabaya” seorang raja agung yang merupakan cucu dari Parikesit dan kakek Angling Darma.


Entah, apakah penulisan tersebut berdasarkan ide murni dari sang penulis atau karena terjadi intervensi dari Raja Jayabaya, namun yang jelas dampak dari kisah fiksi rekaan Empu Panuluh tersebut ternyata sangat berpengaruh besar dalam cerita mistis yang beredar di masarakat pada waktu itu.


Cerita tersebut berkembang kesegenap penjuru, bahkan membumi untuk waktu yang agak lama – karena sampai jaman kerajaan Pajang – hal ini menjadi semacam sugesti kepercayaan – bahwa raja-raja yang bertahta di jawa dan yang menjadi raja besar adalah merupakan keturunan trah pandawa. Bahkan sampai kerajaan mataram islam berdiri-pun keyakinan tersebut masih ada, hanya saja kemudian perlahan-lahan tenggelam terkikis oleh kisah mistis lainnya, yakni tentang cerita Nyi Roro Kidul yang entah darimana munculnya.


Akan tetapi satu hal yang pelu digaris bawahi adalah, itu jika kita menengok kebelakang, yakni pada masa Raja sebelum Jayabaya, bahwa kisah pengkiasan seperti itu sesungguhnya bukan satu hal yang baru, karena pernah juga hal serupa dilakukan oleh Airlangga pada masa dirinya membangun kerajaan Kahuripan, yang disimbolkan dalam kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa.


Dan seluruh isi dari kitab ini intinya, sebagai wujud penghormatan atas jasa-jasa besar Airlangga sebagai raja yang mirip dengan tokoh pandawa yaitu Harjuna yang harus melanglang buana sebelum akhirnya berkuasa menjadi tempat bersemayamnya segala wahyu keprabon atau wahyunya calon Raja-raja Agung.


Sekian penjelasan artikel diatas semoga bisa bermanfaat untuk pembaca setia kami….Terima kasih…