Bukti Peninggalan Kerajaan Kahuripan Serta Arca & Candi

Bukti Peninggalan Kerajaan Kahuripan

Bukti Peninggalan Kerajaan Kahuripan Serta Arca Dan CandinyaDistributorpemadam.id – Berikut ini merupakan bukti-bukti sebuah peninggalan kerajaan Kahuripan yang perlu kita ketahui bersama tentang apa saja yang telah menjadi warisan kerajaan di Nusantara kita tercinta. Dibawah ini adalah penjabarannya.

Airlangga

Arca Airlangga
Arca Airlangga

Nama Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir tahun 990. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata). Ia dibesarkan di istana Watugaluh (Kerajaan Medang) di bawah pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.


Candi Belahan

Candi Belahan
Candi Belahan

Sejarah mencatat pada awalnya pada Candi Belahan terdapat arca yang diyakini sebagai arca Prabu Airlangga yang berwujud Dewa Wisnu dengan empat tangan, yaitu tangan kiri bagian belakang memegang sangka, sedangkan tangan kanan belakang menggenggam cakra, semacam senjata berupa roda bergerigi yang dapat mengakhiri segala kehidupan. Sementara kedua tangan yang lain membentuk sifat mudra, tulus bersemedi. Namun arca tersebut telah lama runtuh, dan hanya meninggalkan relungnya saja.


Candi Jawi

Candi Jawi
Candi Jawi

Menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 m2, yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 m. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi ini sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m. Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang bentuknya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya. Posisi yang menghadap ke timur, membelakangi Gunung Pananggungan, menguatkan dugaan sebagian ahli bahwa candi ini bukan tempat pemujaan, karena candi untuk peribadatan umumnya menghadap ke arah gunung, tempat bersemayam kepada Dewa. Sebagian ahli lain tetap meyakini bahwa berfungsi sebagai tempat pemujaan.


Banyu Biru

Banyu Biru
Banyu Biru

Dulunya, pemandian Banyu Biru disebut dengan Telaga Wilis. Banyak masyarakat sekitar yang percaya bahwa air di pemandian ini bisa membuat awet muda, sehingga jangan heran kalau pemandian ini sangat ramai dikunjungi apalagi pada hari libur. Bahkan, pada hari tertentu dalam kalender Jawa, banyak pengunjung yang melakukan ritual di pemandian ini. Selain tempat pemandiannya yang menarik, di sini kami juga dapat menikmati pemandangan alam nan asri di sekitaran kawasan Banyu Biru. Di pemandian Banyu Biru, terdapat empat kolam renang dengan ukuran cukup besar.


Petilasan Airlangga

Petilasan Airlangga

Petilasan Airlangga “Sumber Tetek”, Desa Wonosunyo, Gempol, Pasuruan.

Sumber Tetek disebut-sebut sebagai daerah petilasan Airlangga. Di situlah Airlangga bertapa dan mendapatkan sumber air di Desa Wonosunyo, Gempol itu. Di lokasi tersebut, Sumber Tetek digambarkan ada dua orang putri yang mengeluarkan air dari teteknya yang mengalir secara terus menerus. Air inilah yang kemudian dijadikan sarana warga untuk mandi, minum bahkan keperluan rumah tangga lainnya.


Candi Jalatunda

Candi Jalatunda
Candi Jalatunda, Jejak peninggalan Airlangga di Lereng Gunung Penanggungan

Pada tahun 1023, Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa mempersiapkan diri untuk menaklukkan Pulau Jawa.

Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang).


Gua selomangleng

Gua selomangleng
Gua selomangleng

Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.


Sekian penjabarana artikel diatas semoga bisa bermanfaat untuk kawan-kawan semua… terimakaih telah berkunjung kesitus kami.