Teori Evolusi Sosiologi – Emile Durkheim, Herbert Spencer Dan Tahapannya

Teori Evolusi Herbert Spencer

Teori Evolusi Sosiologi – Emile Durkheim, Herbert Spencer Dan Tahapannya – Spencer sering disamakan dengan Comte dalam arti pengaruh spencer dan Comte terhadap perkembangan teori sosiologi, namun ada beberapa perbedaan penting misalnya agak sulit menggolongkan speencer sebagai pemikir konservativ. Spencer lebih tepat dipandang beraliran politik liberal dan ia tetap memelihara unsur-unsur liberalisme disepanjang hidup.


Kekhasan Spencer sebagai seorang Darwinis Sosial, ia menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang makin baik dan karena itulah kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan.

Spencer menerima pandangan bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, maupun beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya. Spencer juga menerima pandangan darwinian bahwa proses seleksi alamiah, “survival of the fittes” juga terjadi dalam kehidupan sosial.

Teori-Evolusi-Sosiologi


Teori Evolusi Sosiologi

Teori Evolusi adalah kemungkinan untuk mengidentifikasi dua perspektif evolusioner utama dalam karya Spencer. Pertama, teorinya terutama berkaitan dengan peningkatan ukuran masyarakat. Masyarakat tumbuh melalui perkembangan individu dan penyatuan kelompok-kelompok.


Artikel terkait : Sejarah Sosiologi – Pengertian, Kegunaan, Fungsi, Manfaat Dan Tujuannya


Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan struktur makin luas dan makin terdiferensiasi serta meninngkatan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Disamping pertumbuhan ukurannya, masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dengan demikian Spencer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan tiga kali lipat.


Spencer juga menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat industri. Yang pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat yang tersrtuktur guna melakukan perang. Walaupun Spencer melihat Evolusi umum yang mengarah kepada pembentukan masyarakat industri, akan tetapi ia juga mengakui adanya kemunduran periodik kepada masyarakat yang lebih agresif dan militan. Dalam tulisannya mengenai etika politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusi sosial yang lain.


Disuatu sisi Spencer memandang  masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral paling ideal atau sempurna. Disisi lain Spencer mengemukakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkunganlah yang akan bertahan hidup, sedangkan masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.


Menurut Spencer, masyarakat adalah organisme yang berdiri sendiri dan berevolusi sendiri lepas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya, dan dibawah kuasa suatu hukum. Latar belakang dari adanya gerak evolusi ini ialah lemahnya semua benda yang serba sama. Misalnya, dalam keadaan sendirian atau sebagai perorangan saja manusia tidak mungkin bertahan. Maka ia merasa diri didorong dari dalam untuk bergabung dengan orang lain, supaya dengan berbuat demikian ia akan dapat melengkapi kekurangannya.


Spencer membedakan empat tahap evolusi masyarakat:

  • Tahap penggandaan atau pertambahan

Baik tiap-tiap mahluk individual maupun tiap-tiap orde social dalam keseluruhannya selalu bertumbuh dan bertambah

  • Tahap kompleksifikasi

Salah satu akibat proses pertambahan adalah makin rumitnya struktur organisme yang bersangkutan. Struktur keorganisasian makin lama makin kompleks.

  • Tahap Pembagian atau Diferensiasi

Evolusi masyarakat juga menonjolkan pembagian tugas atau fungsi, yang semakin berbeda-beda. Pembagian kerja menghasilkan pelapisan social (Stratifikasi). Masyarakat menjadi terbagi kedalam kelas-kelas social.

  • Tahap pengintegrasian

Dengan mengingat bahwa proses diferensiasi mengakibatkan bahaya perpecahan, maka kecenderungan negative ini perlu dibendung dan diimbangi oleh proses yang mempersatukan. Pengintegrasian ini juga merupakan tahap dalam proses evolusi, yang bersifat alami dan spontan-otomatis.


Artikel terkait :Pengendalian Sosial -Pengertian, Cara, Tujuan, Fungsi, Lembaga, Ciri Dan Macamnya


Manusia sendiri tidak perlu mengambil inisiatif atau berbuat sesuatu untuk mencapai integrasi ini. Sebaiknya ia tinggal pasif saja, supaya hukum evolusi dengan sendirinya menghasilkan keadaan kerjasama yang seimbang itu. Proses pengintegrasian masyarakat berlangsung seperti halnya dengan proses pengintegrasian antara anggota-anggota badan fisik Indonesia.


Teori Evolusi Emile Durkheim

Teori Emile Durkheim di dalam perubahan sosial budaya masyarakat meliputi pembagian kerja dan solidaritas sosial. Pemikiran Durkheim (1855-1917) mengenai perubahan sosial memiliki kesamaan dengan pemikiran Khaldun dan Comte. Keduanya memusatkan pada aspek solidaritas sosial serta proses evolusi sosial sebagaimana dijelaskan Comte.


Pemikiran Durkheim didasari pada gejala sosial yang terjadi pada masa revolusi Industri di Inggris, ia mengamati perubahan sosial dari masyarakat primitive(tradisional) menuju masyarakat Industri. Aspek yang menjadi perhatian Durkheim adalah pada pembagian kerja dalam kedua tipe masyarakat tersebut. Menurutnya, pembagian kerja pada masyarakat primitive (masyarakat tradisional) masih sangat sedikit, sedangkan pada masyarakat Industri, pembagian kerjanya sangat kompleks.


Factor utama yang menyebabkan perubahan bentuk pembagian kerja tersebut menurut Durkheim adalah pertambahan jumlah penduduk.  Menurutnya, pembagian kerja dalam masyarakat berhubungan langsung dengan kepadatan moral atau dinamika suatu masyarakat. Pertambahan jumlah penduduk meningkatkan kepadatan moral yang kemudian diikuti semakin rapatnya hubungan antara anggota masyarakat. Begitu pula dengan hubungan antarkelompok, berbagai bentuk interaksi sosial baru bermunculan. Hal ini akan meningkatkan kerja sama dan munculnya gagasan-gagasan baru dalam masyarakat terkait dengan peningkatan pembagian kerja (Launer, 1982:Samuel, 2010).


Durkheim mengamati bahwa peningkatan system pembagian kerja tersebut berimplikasi pada perubahan tipe solidaritas sosianya. Ia lebih menjelaskan adanya dua tipe solidaritas sosial yang dikaitkan dengan tingkat pembagian kerja dalam masyarakat. Pada masyarakat dengan system pembagian kerja yang rendah, akan menghasilkan tipe solidaritas mekanik, sedangkan pada masyarakat dengan pembagian kerja yang kompleks akan menghasilkan tipe solidaritas organic (Lauer, 1982: Samuel, 2010). Secara singkat, solidaritas mekanik terbentuk karena adanya saling kesamaan antaranggota masyarakt, sedangkan solidaritas organic lebih terbentuk karena adanya perbedaan antaranggota masyarakat. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan setiap anggota masyarakt saling bergantung satu sama lain.


Kedua tipe solidaritas sosial ini memiliki beberapa ciri sebagaimana dijelskan Durkheim. Pertama, anggota masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang rendah (solidaritas mekanik), masih terikat satu sama lain atas dasar kesamaan emosional dan kepercayaan, serta adanya komitmen moral. Perbedaan adalah sesuatu yang harus dihindari.


Pada masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang tinggi (solidaritas organic), sangat memungkinkan terjadi perbedaan, dan masyarakat disatukan oleh saling ketergantungan fungsional. Kedua, solidaritas mekanik didasarkan kesadaran kolektif yang kuat, anggota masyarakat diharapkan mampu memeprtahankan kesamaan , sedangkan pada solidaritas organic, otonomi individu sangat di hargai mengingat setiap individu menjalankan fungsi yang berbeda-beda.


Artikel terkait : Peran Warga Negara


Ketiga, dari segi control sosial, dalam solidaritas mekanik, nilai dan norma bersifat umum dan abstrak, hokum yang berlaku lebih bersifat umum dan abstrak, hokum yang berlaku lebih bersifat represif. Hukuman diberlakukan hanya semata-mata agar pelanggar hokum jera dan mendapat hukuman yang sebanding dengan pelanggarannya. Pada solidaritas organic, hokum lebih bersifat restitutif, maksudnya hokum diberlakukan hanya semata-mata untuk mengmbalikan masyarakat pada kondisi semula. Hukuman diberikan oleh individu yang memang diberi tugas untuk melakukan control sosial (misalnya polisi). (Johnson, 1994;Sztompka, 1994; Samuel, 2010).


Teori Evolusi Sosiologi Auguste Comte

August Comte dikenal sebagai bapak sosiologi. Dimana ia yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi dalam dunia ilmu pengetahuan. Comte ini juga dikenal sebagai tokoh sosiologi yang beraliran positivisme. Bahwa menurutnya sosiologi atau ilmu sosial lainya untuk dapat dikatakan sebagai sebuah ilmpu pengetahuan yang ilmiah harus menggunakan metode – metode ilmu alam.


Sehingga dia kemudia dikenal sebagai tokoh positivisme dalam ilmu sosial atau sosiologi. Dalam pandangan positivisme nya Comte kemudian berpendapat bahwa manusia itu mengalamai evolusi atau mengalami tahap kemajuan dalam berfikir. Nah comte itu kemudian merumuskan perkembangan manusia menjadi 3 tahap atau jenjang.


Tahap Teologis

Tahap ini merupakan periode terlama dalam sejarah. Karena awal mula pekembangan akal budi memakai gagasan keagamaan yang belum adanya penguasaan atas makhluk lain. Tahap inipun dibagi menjadi tiga periode :

Artikel terkait : Warga Negara Adalah


  • Periode Fetisisme

Bentuk pemikiran masyarakat primitif kepercayaan atas roh-roh atau bangsa halus yang turut hidup bersama kita. Ini terlihat pada zaman purba dimana diadakan upacara penyembahan roh halus untuk meminta bantuan maupun perlindungan.


  • Periode Politeisme

Periode ini masyarakat telah percaya akan bentuk para penguasa bumi yakni para dewa-dewa yang terus mengontrol semua gejala alam.


  • Periode Monoteisme

Semakin majunya pemikiran manusia, pada periode terakhir ini muncul kepercayaan akan satu yang tinggi pada abad pertengahan. Kepercayaan akan Tuhan yang berkuasa penuh atas jagad raya, mengatur segala gejala alam dan takdir makhluk.


  • Tahap Metafisik

Tahap transisi dari teologi ke tahap positif. Dimana segala gejala sosial terdapat kekuatan yang dapat terungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini belum adanya verifikasi. Mekipun penerangan dari alam sendiri tapi belum berpangkal pada data empiris. Jadi, bisa dikatakan masih pergeseran cara berpikir manusia.


  • Tahap Positif

Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Tapi pengetahuan dapat berubah dan mengalami perbaikan seiring intelektual manusia sehingga dapat diterapkan dan dimanfaatkan. Akal budi penting tapi harus bedasarkan data empiris agar memperoleh hukum-hukum baru.


Artikel terkait : Kehidupan Politik Kerajaan Samudra Pasai Serta Ekonomi Dan Sosialnya